KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas Kasih dan kebaikannya yang
senantiasa dilimpahkan dalam kehidupan kita. Kami bersyukur kepada Tuhan yang
telah memberikan karunianya sehingga makalah yang berjudul ”Pertambangan” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar, tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Lingkungan, semoga dapat membawa
manfaat bagi para pembaca khususnya. Tak ada
gading yang tak retak, demikian juga dengan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami susun ini masih banyak kekurangan. Karena makalah ini disusun
dan diselesaikan berdasarkan kemampuan. Sangat
diharapkan segala kritik dan saran dari para pembaca yang tentunya merupakan masukan yang bersifat
membangun dan menyempurnakan makalah ini, demikan makalah ini dibuat, semoga
dapat menyempurnakan pengetahuan bagi para pembaca sekalian.
Palu, 8 Oktober
2017
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengatar ………………………………………………..……………………… i
Daftar Isi ………………………………………………………..…………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………….……………. 1-2
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….……….… 2
1.3 Tujuan ………….………………………………………………….……….. 2-3
BAB II PEMBAHAAN
2.1 Permasalahan Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan
…….…….. 4-6
2.2 Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan………………………..……
6-7
2.3 Kecelakaan di Pertimbangan.……………………………………………..… 7-8
2.4 Penyehatan Lingkungan Pertambangan, Pencemaran dan
Penyakit-penyakit
yang Mungkin
Timbul……………………….……………………………..… 8-12
2.5 Solusi Permaslahan…………………………………………………….….… 12-13
2.6 Air Asam Tambang …………………………………………………………12-23
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan …………..……………………………………………………...
24-25
B.
Saran ………………………………………………………………….…….
25
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumber daya alamyang
melimpah, baik itu sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non-hayati.
Sumber daya mineral merupakan salah satu jenis sumber daya non-hayati.Sumber
daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam baik dari segikualitas
maupun kuantitasnya. Endapan bahan galian pada umumnya tersebar secaratidak
merata di dalam kulit bumi. Sumber daya mineral tersebut antara lain: minyak bumi,
emas, batu bara,perak,timah,dan lain-lain.
Sumber daya itu diambil
dandimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.Sumber daya alam
merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional,oleh karena itu
harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat
denganmemperhatikan kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam
memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan bahan galian, tetapi
kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup terutama perusahaannya,bentang alam,berubahnya
estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan kualitas
tanah,penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu
dankebisingan.
Sumber daya mineral yang
berupa endapan bahan galian memiliki sifat khususdibandingkan dengan sumber
daya lain yaitu biasanya disebut wasting assets ataudiusahakan ditambang, maka
bahan galian tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali.
Dengan kata lain industri pertambangan merupakan industridasar tanpa daur, oleh
karena itu di dalam mengusahakan industri pertambangan akanselalu berhadapan
dengan sesuatu yang serba terbatas, baik lokasi, jenis, jumlahmaupun mutu
materialnya.
Keterbatasan tersebut
ditambah lagi dengan usahameningkatkan keselamatan kerja serta menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian dalam mengelola sumberdaya
mineral diperlukan penerapan sistempenambangan yang sesuai dan tepat, baik
ditinjau dari segi teknik maupun ekonomis,agar perolehannya dapat optimal
(Prodjosoemanto, 2006 dalam Ahyani, 2011).
1.2 Tujuan
Penulisan
- Mengetahui tingkat pencemaran perairan yang terjadi akibat kegiatan penambangan
- Mengetahui pengaruh pencemaran tersebut terhadap perekonomian nelayan.
- Menemukan solusi dari permasalahan tersebut.
1.3 Rumusan
Masalah
Masalah
lingkungan dalam pembangunan petambangan energy adalah sebagai berikut:
- Cara pengolahan pembangunan pertambangan
- Kecelakaan di pertambangan
- Penyehatan lingkungan petambangan
- Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul akibat pertambangan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan
Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan.
Masalah-masalah lingkungan
dalam pembangunan lahan pertambangan dapat dijelaskan dalam berbagai macam hal.
Berikut ini adalah maslah lingkungan dalam pembangunan lahan pertambangan:
- Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi, logam-logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan-bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.
- Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh.
- Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
- Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih dari pada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.
- Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.
- Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.
Rangka menghindari
terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem
baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada diluar lingkungan
pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap:
- Cara pengolahan pembangunan dan pertambangan.
- Kecelakaan pertambangan.
- Penyehatan lingkungan pertambangan.
- Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul
2.2 Cara
Pengelolaan Pembangunan Pertambangan
Sumber daya bumi di bidang
pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya
pembangunan. Maka perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para
ahli agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara
ekonomi maupun secara ekologis. Penggunaan ekologis dalam pembangunan
pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil pertambangan dan
untuk memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pertambangan
pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas.
Segala pengaruh sekunder
pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu dipertimbangkan dalam
proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan sedapatnya evaluasi sehingga
segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindari atau
dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah daripada memperbaikinya.
Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan,
pengolahan dan penggunaanya harus hati-hati seefisien mungkin. Harus tetap
diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan
pertambangan ini.
2.3 Kecelakaan
di Pertambangan
Sekecil apapun kegiatan
yang dapat mengakibatkan kecelakaan harus diminimalisir. Bahaya-bahaya lain
yang harus dikontrol untuk mencegah kecelakaan, yaitu:
- Bahaya pada peralatan yang :
a.
tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat
b.
tidak aman
c.
tidak tertutup tidak dilindungi.
- Bahaya lingkungan :
a.
becek, licin
b.
kurang penerangan
c.
berdebu, mengandung gas beracun,
d.
instabilitas lapisan batuan (longsor,
runtuhnya bench atau berm),
- Bahaya pekerja
a.
tidak memakai APD (alat pelindung diri)
b.
tidak memperhatikan petunjuk
c.
tidak peduli K3.
- Bahaya kebakaran
a.
proses swabakar batubara,
b.
ledakan debu batubara,
c.
ledakan gas methan,
d.
ledakan debu batubara dan gas methan,
e.
hubungan pendek arus listrik (koursleting).
2.4 Penyehatan
Lingkungan Pertambangan, Pencemaran dan Penyakit-penyakit yang Mungkin Timbul
Upaya yang dilakukan dengan
berbagai metode seperti ameliorasi, penggunaan bahan organik, penggunaan
mikroorganisme, dan penanaman covercrop.
- Ameliorasi/remediasi lahan
Upaya pemberian masukan
berupa kapur atau bahan organik ke atas permukaan lahan atau ke dalam lubang
tanam dengan tujuan untuk memperbaiki sifatfisika, kimiawi dan biologi tanah.
Ameliorasi Memiliki manfaat sebagai berikut:
- Meningkatkan pH tanah sehingga mendekatinetral
- Menambah unsur Ca dan Mg
- Menambah ketersediaan unsur hara, contohN,P
- Mengurangi keracunan Al, Fe dan Mn
- Memperbaiki kehidupan mikroorganisme.
- Penggunaan Bahan Organik
Bahan organik adalah
kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah
mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun
senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia
heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Penggunaan
bahan organik memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Stimulan
terhadap granulasi tanah,
b. Memperbaiki
struktur tanah menjadi lebih remah,
c. Meningkatkan
daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan
temperatur tanah menjadi stabil,
d. Menetralisir
daya rusak butir-butir hujan,
e. Menghambat
erosi.
- Penanaman Cover Crop
Tanaman kacang-kacangan penutup tanah/ Cover
Crop adalah setiap tanaman tahunan, dua tahunan, atau tahunan tumbuh sebagai
monokultur (satu jenis tanaman tumbuh bersama-sama) atau polikultur (beberapa
jenis tanaman tumbuh bersama-sama), untuk memperbaiki berbagai kondisi yang
terkait dengan pertanian berkelanjutan. Penggunaan Cover Crop memiliki manfaat
sebagai berikut:
- Mengelola kesuburan tanah
- Memperbaiki kualitas tanah
- Memperbaiki kualitas air
- Pemanfaatan Mikroorganisme
Fungi atau jamur merupakan
salah satu mikroorganisme yang secara umum mendominasi (hidup) dalam ekosistem
tanah. Mikroorganisme ini dicirikan dengan miselium berbenang yang tersusun
dari hifa individual. Saat ini beberapa jenis fungi telah dimanfaatkan untuk
mengembalikan kualitas/kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum fungi mampu
menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah,
sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh tanaman.
Penambangan dapat menyebabkan
kecelakaan-kecelakaan yang serius seperti kebakaran-kebakaran, ledakan-ledakan,
atau lorong-lorong galian yang rubuh yang dapat menimbulkan dampak pada
orang-orang yang bermukim di komunitas sekitar tambang.Dampak dan bahaya yang
mengancam kesehatan masih juga dirasakan di tempat-tempat bekas daerah yang
pernah ditambang, karena orang-orang dapat terpapar limbah tambang dan
bahan-bahan kimia yang masih melekat di tanah dan di air.Pertambangan mengancam
kesehatan dengan berbagai cara:
- Debu, tumpahan bahan kimia, asap-asap yang beracun, logam- logam berat dan radiasi dapat meracuni penambang dan menyebabkan gangguan kesehatan sepanjang hidup mereka. Kerusakan paru-paru yang diakibatkan debu dari batuan dan mineral adalah suatu masalah kesehatan yang banyak ditemukan. Debu yang paling berbahaya datang dari batubara, yang menyebabkan penyakit paru-paru hitam (black lung diseases).Di samping itu debu dari silika menyebabkan silikosis (silicosis) Gejala-gejala paru-paru yang rusak. Debu dari pertambangan dapat membuat sulit bernapas.Jumlah debu yang banyak menyebabkan paru-paru dipenuhi cairan dan membengkak.Tanda-tanda dari kerusakan paru-paru akibat terpapar debu antara lain:
a.
napas pendek, batuk-batuk, napas yang
berdesah
b.
batuk-batuk yang mengeluarkan dahak kuning
atau hijau (lendir dari paru-paru)
c.
sakit leher
d.
kulit membiru dekat kuping atau bibir
e.
sakit dada
f.
tidak ada nafsu makan
g.
rasa lelah
- Mengangkat peralatan berat dan bekerja dengan posisi tubuh yang janggal dapat menyebabkan luka-luka pada tangan, kaki, dan punggung.
- Penggunaan bor batu dan mesin-mesin vibrasi dapat menyebabkan kerusakan pada urat syaraf serta peredaran darah, dan dapat menimbulkan kehilangan rasa, kemudian jika ada infeksi yang sangat berbahaya seperti gangrene, bisa mengakibatkan kematian.
- Bunyi yang keras dan konstan dari peralatan dapat menyebabkan masalah pendengaran, termasuk kehilangan pendengaran.
- Jam kerja yang lama di bawah tanah dengan cahaya yang redup dapat merusak penglihatan.
- Bekerja di kondisi yang panas terik tanpa minum air yang cukup dapat menyebabkan stres kepanasan.Gejala-gejala dari stres kepanasan berupa pusing-pusing, lemah, dan detak jantung yang cepat, kehausan yang sangat, dan jatuh pingsan.
- Pencemaran air dan penggunaan sumberdaya air berlebihan dapat menyebabkan banyak masalah-masalah kesehatan
- Lahan dan tanah menjadi rusak, menyebabkan kesulitan pangan dan kelaparan
- Pencemaran udara dari pembangkit listrik dan pabrik-pabrik peleburan yang dibangun dekat dengan daerah pertambangan dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang serius
2.5 Solusi Permasalahan
Permasalahan ini terdapat dua aspek yang dikenai dampak
buruk akibat kegiatan pertambangan, yaitu aspek lingkungan terutama perairan
dan aspek ekonomi para nelayan. Maka dari itu, solusi yang ditawarkan terbagi
menjadi dua bagian, yakni dari sisi lingkungan (ekologi) dan dari sisi ekonomi.
Dari sisi ekologi, telah diketahui bahwa kegiatan
pertambangan yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dapat menurunkan kualitas
dan produktifitas badan perairan. Maka, solusi yang mungkin bisa diterapkan
adalah dengan membangun tanggul atau bendungan di area perairan yang tercemar
limbah logam berat seperti merkuri. Cara ini merupakan adaptasi dari kasus
Teluk Minamata yang juga mengalami pencemaran merkuri. Pada intinya, tanggul yang
dibangun dimaksudkan untuk menjaga air serta lumpur yang tercemar agar tidak
ikut terbawa arus. Selanjutnya bendungan diintegrasikan dengan Instalasi
Pengolah Air Limbah (IPAL) tersendiri yang berfungsi mengkondisikan kembali air
serta komponen-komponen lain seperti semula atau sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang sudah diatur.
Dari sisi ekonomi, solusi yang dapat dilakukan adalah dengan
cara melakukan strategi-strategi bertahan hidup lain manakala terjadi
pencemaran di perairan. Adapun strategi-strategi secara ekonomi yang dapat
diterapkan oleh para nelayan yaitu:
- Strategi berbasis modal sosial, misalnya sistem bagi hasil antara nelayan dengan pedagang.
- Strategi alokasi sumberdaya manusia, yaitu dengan pelibatan anggota rumah tangga nelayan dengan diversifikasi kerja.
- Strategi pola nafkah ganda.
- Strategi finansial, dengan memanfaatkan tabungan dan inventasi.
2.6 Air
Asam Tambang
Air asam tambang (AAT) atau dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai “acid mine
drainage (AMD)” atau “acid rock
drainage (ARD)” terbentuk saat mineral sulphida tertentu yang ada pada
batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor
utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan
kondisi asam. Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat
keluar dari asalnya jika terdapat air penggelontor yang cukup, umumnya air
hujan yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang
keluar dari sumber-nya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah AAT
tersebut.
FeS2
|
pyrite
|
Cu2S
|
chalcocite
|
CuS
|
cuvellite
|
CuFeS2
|
chalcopyrite
|
MoS2
|
Molybdenite
|
NiS
|
Millerite
|
PbS
|
Galena
|
ZnS
|
Sphalerite
|
FeAsS
|
Arsenopyrite
|
Berdasarkan persamaan kimia dapat diketahui proses
pembentukan air asam tambangnya adalah sebagai berikut:
Persamaan 1 : FeS2 + 7/2 O2 + H2O « Fe+2 + 2
SO4-2 + 2 H+
(Besi sulfida teroksidasi melepaskan besi ferro, sulfat dan
asam.)
Persamaan 2 : Fe+2 + 1/4
O2 + H+ « Fe+3 + 1/2
H2O
(Besi
ferro akan teroksidasi menjadi besi ferri.)
Persamaan 3 : Fe+3 + 3 H2O «
Fe(OH) + 3H+
(Besi ferri dapat terhidrolisis dan membentuk ferri
hidrosida dan asam.)
Persamaan 4 : FeS2 + 14
Fe+3 +8 H2O « 15 Fe+2 + 2 SO4-2 + 16 H+
(Besi
ferri secara langsung bereaksi dengan pirit dan berlaku sebagai katalis yang
menyebabkan besi ferro yang sangat besar, sulfat dan asam.)
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu
tempat adalah:
a. konsentrasi, distribusi, mineralogi
dan bentuk fisik dari mineral sulphida
b. keberadaan oksigen, termasuk dalam
hal ini adalah asupan dari atmosfir melalui mekanisme adveksi dan difusi
c. jumlah dan komposisi kimia air yang
ada
d. temperatur
e. mikrobiologi
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa pembentukan AAT sangat tergantung pada kondisi tempat
pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan proses
pembentukan dan hasil yang berbeda. Terkait dengan faktor iklim di Indonesia,
dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi dimana
terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT memiliki karakteristik
yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi iklim yang
berbeda.
1.
Kandungan
Air Asam
Air asam terbentuk sebagai hasil dari proses oksidasi
mineraldisertai adanya air, dengan demikian 3 (tiga komponen utama
yangmenyebabkan terjadinya air asam tambang), yaitu :
a) Mineral sulfida
Mineral sulfida berupa ikatan antara sulfur dan logam
dijumpaitersebar di alam dalam kadar dan dimensi kecil sampai besar.
Cebakansulfida dalam jumlah besar dapat menjadi bahan galian ekonomis yanglayak
ditambang. Dispersi logam berat beracun berbahaya dapat terjadisecara alami,
berasal dari tubuh bijih sulfida yang tersingkap atau beradadekat permukaan.
Unsur logam dari bijih sulfida terbawa bersama aliranair tanah da air permukaan
menyebar ke lingkungan sekitarnyamembentuk rona awal dengan sebaran kandungan
logam yang tinggi.Proses penambangan dengan membongkar dan memindahkanbahan
galian mengandung sulfida menyebabkan terbukanya sulfidaterhadap udara bebas.
Pada kondisi terpapar pada udara bebas mineralsulfida akan teroksidasi dan
terlarutkan membentuk air asam tambang. Airasam tambang berpotensi melarutkan
logam yang terlewati sehingga membentuk
aliran mengandung bahan beracun berbahaya yang akanmenurunkan kualitas
lingkungan. Pembentukan air asam cenderung lebihintensif terjadi pada daerah
penambangan. Hal ini dapat dicegah denganmenghindari terpaparnya bahan
mengandung sulfida pada udara bebas.Penanganan air asam tambang dapat dilakukan
dengan menetralisirmenggunakan bahan penetral atau mengolahnya agar memenuhi
batas baku mutu.
b) Oksigen
c) Air
Peningkatan keasaman air penyaluran ini akan meningkatkan
pulakelarutan logam-logam yamg selanjutnya mencemari badan perairan. Hal-hal
diatas mendorong semakin pentingnya masalah air tambang saat ini.Reaksi umum
pembentukan Air Asam Tambang sebagai berikut :
4
FeS2 + 15 O2 + 14 H2O →4 Fe (OH3) + 8 H2SO4
Pyrite + Oxygen + water → yellowboy + sulfuric acid
Reaksi tersebut dapat dirinci menjadi empat tahap reaksi :
1) Reaksi pertama adalah reaksi
pelapukan dari pyrite disertai prosesoksidasi. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat
dan besi fero dilepaskan. Darireaksi ini dihasilkan dua mol keasaman dari
setiap mol pirit yangteroksidasi.
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O →2 Fe2+ 4 SO42-
+ 4 H+
Pyrite + Oxygen + Water → Ferrous Iron + Sulfate + Acidity
2) Reaksi kedua terjadi konversi dari
besi ferro menjadi besi ferri yangengkonsumsi satu mol keasaman. Laju reaksi
lambat pada pH < 5 dankondisi abiotik. Bakteri thiobacillus akan mempercepat
proses oksidasi.
4
Fe2++ O2 + 4 H+ → 4 Fe 3+ + 2 H2O
Ferrous Iron + Oxygen + Acidity → Ferric Iron + Water
3) Reaksi ketiga adalah hidrolisa dari
besi. Hidrolisa adalah reaksi yangmemisahkan molekul air. Tiga mol keasaman
dihasilkan dari reaksi ini.Pembentukan presipitat ferri hidroksida tergantung
pH, yaitu lebihbanyak pada pH di atas 3,5.
4 Fe3++ 12 H2O
→ 4 Fe(OH)3 + 12 H+
Ferric
Iron + Water → Ferric Hydroxide
(yellowboy) + Acidity
4) Reaksi keempat adalah oksidasi
lanjutan dari pirit oleh besi ferri. Iniadalah reaksi propagasi yang
berlangsung sangat cepat dan akan berhenti jika pirit atau besi ferri habis.
Agen pengoksidasi dalam reaksiini adalah besi ferri.
FeS2 + 14 Fe3+
+ 8 H2O → 15 Fe2++ 2 SO42-+ 16 H+
Pyrite + Ferric Iron + Water → Ferrous Iron + Sulfate + Acidity
2. Proses Terbentuknya Air Asam Tambang
Pembentukan Air Asam Tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris
dikenal dengan "Acid Mine Drainage (AMD)" atau " Acid Rock
Drainage (ARD)" terbentuk saat mineral sulfida tertentu yang ada pada
batuan terpapar dengan kondisi dimena terdapat air dan oksigen (sebagai faktor
utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan
kondisi asam. Hasil reaksi kimia ini,beserta air yang bersifat asam dapat
keluar dari asalnya jika terdapat air pengelontor yang cukup, umumnya air hujan
yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar
dari sumbernya inilah yang lazim disebut dengan istilah AAT. AAT adalah air
asam yang timbul akibat kegiatan penambangan, untuk membedakan dengan air asam
yang timbul akibat kegiatan lain seperti penggalian untuk pembangunan fondasi
bangunan, pembuatan tambak dan sebagainya. Beberapa mineral sulfida yang
ditemukan pada proses AAT FeS2, Cu2S, CuS, CuFeS2, MoS2, NiS, PbS, ZnS and
FeAsS. Pirit merupakan mineral sulfida yang umum ditemukan pada kegiatan
penambangan terutama batubara. Terbentuknya AATditandai oleh pH yang rendah
(1,5-4) konsentrasi logam terlarut yang tinggi, nilai acidity yang tinggi,
nilai sulfat yang tinggi and konsentrasi O2 yang rendah. Jika AAT keluar dari
tempat terbentuknya dan keluar kelingkungan umum maka faktor lingkungan akan
terpengaruhi.
S
+ O2 → SO2
SO2
+ H2O → H2SO4
3.
Sumber
Air Asam Tambang
Sumber Air Asam Tambang adalah dari pertambangan terbuka,
terutama pada tambang batubara, yang memilki resiko terpapar oleh air hujan
sehingga berpotensi sangat besar untuk menjadi tempat terbentuknya Air Asam
Tambang.
4.
Dampak
Air Asam
Terbentuknya air asam tambang dilokasi penambangan akan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Adapun dampak negatif dari air
asam tambang tersebut antara lain yaitu :
a) Masyarakat disekitar wilayah tambang
Dampak terhadap masyarakat disekitar wilayah tambang tidak dirasakan
secara langsung karena air yang dipompakan ke sungai atau ke laut telah
dinetralkan dan selalu dilakukan pemantauan 1 x seminggu menggunakan alat “water quality checker” (untuk mengetahui
temperatur, kekeruhan, pH, dan salinity), hasil pemantauan disesuaikan dengan
Baku Mutu Air Sungai dan Air Laut dan dapat dilihat pada Lampiran 5. Namun
apabila terjadi pencemaran dan biota perairan terganggu maka binatang seperti
ikan akan mati akibatnya mata pencaharian penduduk menjadi terganggu.
b) Biota Perairan
Dampak negatif untuk biota perairan adalah terjadinya
perubahan keanekaragaman biota perairan seperti plankton dan benthos, kehadiran
benthos dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas
perairan. Pada perairan yang baik dan subur benthos akan mengalami kelimpahan,
sebaliknya pada perairan yang kurang subur benthos tidak akan mampu bertahan
hidup.
c) Kualitas Air Permukaan
Terbentuknya air asam tambang hasil oksidasi pirit akan
menyebabkan menurunnya kualitas air permukaan. Parameter kualitas air yang
mengalami perubahan diantaranya adalah pH, padatan terlarut, padatan
tersuspensi, COD, BOD, sulfat, besi, dan Mangan.
5. Penetralan Air Asam Tambang
Dalam hal
ini bahan yang digunakan untuk penetralan tersebut adalah hydrated lime ( Ca(OH)2 ). Sebelum proses penetralan
dilakukan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Kondisi lahan bekas penambangan
Lokasi bekas penambangan batubara berbentuk
cekungan setelah kegiatan penambangan selesai. Ciri – ciri lokasi bekas
penambangan ini adalah sebagai berikut:
1. Mineral sulfida ( pirit ) terkandung pada batuan
penutup ( over burden), lapisan atas batubara dan setelah kegiatan
penambangan selesai lapisan batubara disisakan ± 10 cm ( floor batubara ) pada dasar cekungan untuk mendapatkan batubara
bersih.
2. Air permukaan
terutama berasal dari air hujan dan air dari sekitar lokasi penambangan yang
masuk kedalam cekungan sehingga cekungan berbentuk kolam yang besar.
3. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan air yang masuk
kedalam cekungan cukup besar sehingga volume air pada cekungan juga meningkat.
4. Material penutup (over
burden ) pada lapisan batubara di daerah penambangan adalah jenis mudstone, batupasir, dan batu lempung.
b. Proses terbentuknya air asam tambang
pada daerah bekas penambangan. Terbentuknya air asam tambang karena adanya
reaksi kimia antara tiga komponen utama pembentuk air asam tambang, yaitu: lapisan
roof / floor batubara serta batuan penutup ( over burden ) yang mengandung mineral sulfida, air, dan oksigen.
Mineral sulfida sebagai faktor utama
pembentuk air asam tambang terkandung dalam lapisan batubara, dimana mineral
sulfida ini tersingkap sejak kegiatan penambangan dilakukan. Setelah
penambangan selesai pada lokasi bekas penambangan masih disisakan lapisan
batubara dengan ketebalan ± 10 cm yang berupa lantai batubara ( floor ). Pada daerah penelitian mineral
sulfida terdapat pada lantai batubara dan lapisan batubara yang tidak
ditambang. Komponen pembentuk air asam tambang lainnya adalah air dan oksigen.
Air yang masuk kedalam cekungan berasal dari air permukaan terutama dari air
hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan volume air pada cekungan semakin
besar, sehingga cekungan berbentuk kolam besar. Dengan adanya oksigen yang
berasal dari udara, maka terjadi reaksi kimia antara mineral sulfida, air, dan
oksigen. Dari reaksi ketiga komponen tersebut maka terbentuklah air asam
tambang.
6. Pencegahan Pembentukan Kembali Air
Asam Tambang
Pembentukan air asam tambang dapat
diatasi dengan menghilangkan atau mengurangi satu atau lebih komponen –
komponen pembentuk air asam tambang. Pencegahan terbentuknya air asam tambang
pada kolam bekas penambangan adalah dengan cara pelapisan. Pelapisan adalah
cara pengendalian terbentuknya air asam tambang dengan membatasi kontak oksigen
dan air terhadap lapisan batubara yang mengandung mineral sulfida. Pelapisan
ini dilakukan dengan cara menutupi lapisan batubara yang berupa lantai batubara
dengan material yang bersifat impermeable
misalnya mineral liat. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dari sistem pelapisannya adalah sebagai berikut :
1. Kandungan sulfur
Semakin besar kandungan sulfur pada batuan maka semakin
besar pula kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi dengan oksigen dan air.
2. Porositas
Porositas mempengaruhi kemungkinan masuknya air serta udara
ke dalam lantai batubara yang mengandung mineral sulfida. Semakin besar
porositas maka semakin besar juga kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi.
3. Luas permukaan kristal pirit
Semakin
luas permukan kristal pirit yang tidak tertutupi maka semakin besar pula
kemungkinan terkena air dan udara.
4. Kereaktifan kristal pirit
Meskipun
kristal pirit terkena udara dan air tetapi kereaktifan dari kristal pirit
sendiri berbeda. Kereaktifan ini mempengaruhi kecepatan dari reaksi
oksidasinya.
Secara umum
penutupan batuan sulfida ini menggunakan mineral liat dengan langkah – langkah
sebagai berikut :
a. Air asam tambang yang telah netral dikeluarkan dari kolam
bekas penambangan dengan menggunakan pompa air. Air tersebut dikeluarkan menuju
aliran sungai didekat kolam bekas penambangan.
b. Setelah air dikeluarkan seluruhnya langkah berikutnya
adalah pelapis liat ditukar diatas material sulfida kemudian dipadatkan dengan
memanfaatkan lalu lintas alat berat selama proses penumpukan batuan,
pemadatannya harus benar – benar diperhatikan dan rata.
c. Selanjutnya digunakan material tambang untuk melapisi dan
dilakukan pemadatan lagi. Ketebalan penutupan batuannya disesuaikan dengan
rencana yang sudah dibuat dan ketersediaan material yang dipakai untuk
penutupan batuan sulfida (gambar 5.5)
d. Lapisan terakhir yang digunakan adalah tanah humus (top
soil). Penutupan lokasi bekas penambangannya dilakukan dengan menggunakan
material yang ada pada daerah penambangan, dalam hal ini material yang
digunakan adalah material hasil bongkaran dan top soilnya juga dari daerah
penambangan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan pertambangan
membawa dampak buruk bagi lingkungan perairan akibat penggunaan senyawa logam
berat merkuri (Hg). Merkuri dapat terakumulasi dalam tubuh organisme yang hidup
di perairan dan bersifat toksik atau mematikan pada konsentrasi tertentu.
Selain itu pencemaran lingkungan perairan akibat kegiatan pertambangan secara
nyata berpengaruh terhadap perekonomian nelayan. Merkuri yang mencemari
perairan berpotensi menurunkan kualitas dan produktifitas perairan sehingga
mengurangi hasil tangkapan nelayan. Solusi untuk mengatasi dampak pencemaran
perairan oleh kegiatan penambangan terbagi dari sisi ekologi dan ekonomi. Dari
sisi ekologi berupa pembangunan bendungan serta Instalasi Pengolah Limbah
(IPAL). Sedangkan dari sisi ekonomi, khususnya bagi nelayan, dapat dilakukan
dengan penerapan strategi pertahanan hidup substitutif.
Air asam tambang (AAT) atau terbentuk saat mineral sulphida
tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan
oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan
menghasilkan air dengan kondisi asam. Pada kegiatan penambangan, beberapa mineral sulphida yang umum
ditemukan adalah FeS2, Cu2S, CuS, CuFeS2, MoS2,
NiS, PbS, ZnS, FeAsS. Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT
di suatu tempat adalah: konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik
dari mineral sulphida, keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan
dari atmosfir melalui mekanisme adveksi dan difusi, jumlah dan komposisi kimia
air yang ada, temperature, mikrobiologi. Penetralan air asam dapat menggunakan
bahan kimia diantaranya seperti Limestone
(Calcium Carbonat), Hydrate Lime (Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium
Hydroxide), Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni.
3.2 Saran
Kegiatan pertambangan di
Indonesia harus dipantau secara ketat untuk menghindari adanya penambangan
ilegal yang seringkali mengabaikan dampak negatif yang timbul pascapenambangan.
Setiap industri penambangan perlu melakukan recovery terhadap lingkungan pada
tahap pascaoperasi kegiatan penambangan agar dampak yang merugikan dapat
ditekan.
Dalam pencegahan terbentuknya kembali air asam dapan
dilakukan dengan cara perlapisan. Ketika melakukan cara ini maka harus
membatasi kontak oksigen dan air terhadap lapisan batubara yang mengandung
mineral sulfida. Maka disarankan pada proses ini harus memperhatikan beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari cara perlapisan, seperti : kandungan
sulfur, porositas, luas permukaan kristal pirit, dan kereaktifan Kristal pirit.
Daftar
Pustaka
Arifin, B.
1996. Kontroversi Program Konservasi Lahan. Jurnal Sosio Ekonomika 2 (3): 9-18.
Arsjad, S.
2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press: Bogor
Ditjen RRL
(Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan). 1999. Luas
Fikri,Ivan
Miftahul.(2013).Air Asam Tambang.[online]
diakses:
http://ivanmiftahulfikri92.blogspot.co.id/2013/10/air-asam-tambang.html.
tanggal 11 oktober 2017
Lahan
Kritis di Indonesia dan Statistik dalam Angka. Direktorat Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan: Jakarta.
Komentar
Posting Komentar