Makalah faktor-faktor yang mempeengaruhi stabilitas antosianin

MAKALAH

KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS ANTOSIANIN










Disusun oleh:




MURNI CAHYANI
NUR HIKMAH
TRI INDAH LESTARI
A 251 15 005
A 251 15 041
A 251 15 081






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
  


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan berkatnya kita dapat menyelesaikan makalah ini, dan tak lupa juga kita kirimkan shalawat dan tasbih kepada nabi kita Muhammad Saw. Dan tak lupa juga kami ucapkan banyak terimah kasih kepada dosen kami yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang turut berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan tujuan memenuhi tugas dan mengetahui “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS ANTOSIANIN”. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan motivasi sekaligus menambah wawasan bagi kita. Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi makalah maupun kosa kata yang mungkin tidak memenuhi standar bahasa indonesia yang baik dan benar. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya. Terima kasih.
Wallaikum salam Wr Wb,

                                                                                   








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………….....      i          
DAFTAR ISI………………………………………………………….......        ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….......       1
1.1.    Latar Belakang……………………………………………………......      1         
1.2.    Rumusan Masalah   ……………………………………………….....       2         
     
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………........        3
2.1.    Pengertian Antosianin .........................................................................       3-5
2.2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin ......................      5-9
2.3.    Ekstraksi Antosianin Dari Kelopak Bunga Dan Batang Rosella
    (Hibiscus Abdariffa L.) Sebagai Pewarna Merah Alami .....................      10-18
BAB III PENUTUP……………………………………………….............       19       
A.    Kesimpulan………………………………………………………........       19       
     
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan buah dan sayuran yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atas keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin aman untuk dikonsumsi, tidak beracun dan tidak menimbulkan mutasi gen. Beberapa penelitian di Jepang menyatakan bahwa antosianin memiliki fungsi fisiologi. Misalnya sebagai antioksidan, antikanker, dan perlindungan terhadap kerusakan hati. Antosianin juga berperan sebagai pangan fungsional, sebagai contoh “food ingredient”yang sangat berguna bagi kesehatan mata dan retina yang pertama kali dipublikasikan di Jepang pada tahun 1997. Antosianin adalah zat penyebab warna merah, orange, ungu, dan biru. Banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih atau kana, krsan, pelargonium, aster cina, buah apel, chery, anggur, stoberi, buah manggis serta umbi ubi jalar. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice, dan susu). Pigmen antosianin yang merupakan flavonoid merupakan pigmen yang paling luas dan penting karena banyak tersebar pada berbagai organ tanaman, terutama pada bunga (ditetukan hampir 30% terkandung dalam berat keringnya). Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah alkohol, etanol dan metanol, isopropanol, aseton atau dengan air (aquadest) yang dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida (HCL), asam aserat, asam format, atau asam askorbat. Antosianin dan beberapa flavonoid bermanfaat didunia kesehatan seperti sebagai antikarsinogen, antiinflamasi, antihepatoksik, antibakterial, antiviral, antialergenik, antitrombotik, dan sebagai perlindungan akibat kerusakan yang disebabkan oleh radiasi sinar UV dan sebagai antioksidan.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan antosianin?
2.      Bagaimana sifat kimia dan fisika dari antosianin?
3.      Pada simplisia, tanaman apa sajakah yang mengandung antosianin?
4.      Bagaimana cara identifikasi dari senyawa antosianin?
5.      Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin?
6.      Bagaimana EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI KELOPAK BUNGA DAN BATANG ROSELLA (Hibiscus Abdariffa L.) SEBAGAI PEWARNA MERAH ALAMI ?






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN ANTOSIANIN
Antosianin berasal dari kata anthos (Yunani) yang berarti bunga dan kyanos (Yunani) yang berarti biru adalah pigmen yang tergolong dalam kelompok senyawa flavonoid. Flavonoid umumnya larut dalam air sehingga dapat diekstrasi dengan alkohol (Harborne, 1987). Antosianin adalah pigmen yang paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen berwarna kuat ini adalah penyebab hampir semua warna merah, ungu, dan biru dalam daun, bunga, buah, dan mungkin juga terdapat pada kulit buahnya saja, seperti pada terong, anggur, rambutan, apel. Didalam tanaman antosianin terdapat sebagai glikosida, dimana kandungan utamanya adalah sifat gulanya (seringkali glukosa, tetapi mungkin juga galaktosa, ramnosa, silosa, dan arabinosa), jumlah satuan gulanya (mono-, did an triglikosida) dan letak ikatan gula (biasanya pada 3-hidroksi, pada 3- dan 5- hidroksi) (Gross, 1987).
Struktur inti dasar dari antosianin adalah fenil-2-benzo pirilium atau flavan. Inti dasar tersebut terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang mana ketiga atom karbon dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin diantara dua cincin benzena (Winarno,1992). Secara kimia, antosianin merupakan hasil glikosilasi polihidroksi dan atau turunan polimetoksi dari garam 2-benzopirilium atau dikenal dengan struktur flavilium. Akibat kekurangan elektron, maka inti flavilium menjadi sangat reaktif dan hanya stabil pada keadaan asam (Harbore 1967). Terdapat delapan belas bentuk antosianin, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin, petunidin, pelargonidin, delfinidin, dan peonidin. Struktur antosianin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin akan mempengaruhi warna antosianin jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang dominan akan meyebabkan warna merah dan relatif stabil (Jackman & Smith 1996).
Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok pigmen setelah klorofil. Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari merah sampai biru dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin umumnya ditemukan pada buah-buahan, sayuran, dan bunga, contohnya pada kol merah, anggur, strawberry, cherry, dan sebagainya  (Jackman & Smith 1996).
Gambar Struktur Antosianin
Secara kimia, antosianin merupakan hasil glikosilasi polihidroksi dan atau turunan polimetoksi dari garam 2-benzopirilium atau dikenal dengan struktur flavilium. Akibat kekurangan elektron, maka inti flavilium menjadi sangat reaktif dan hanya stabil pada keadaan asam (Harbore 1967).
Terdapat delapan belas bentuk antosianin, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin, petunidin, pelargonidin, delfinidin, dan peonidin. Struktur antosianin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin akan mempengaruhi warna antosianin jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang dominan akan meyebabkan warna merah dan relatif stabil  (Jackman & Smith 1996). Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Terdapat 5 jenis gula yang biasa ditemui pada molekul antosianin, yaitu glukosa, rhamnosa, galaktosa, xilosa, fruktosa, dan arabinosa. Dalam tanaman, antosianin biasanya berada dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida, biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula, dan triosa jika memiliki tiga molekul gula (Delgado &Vargas 2000).

2.2  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS ANTOSIANIN
Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus hidroksi dan metoksi, dan sebagainya (Markakis 1982). Konsentrasi pigmen yang tinggi dalam jaringan akan menyebabkan warna merah hingga gelap, konsentrasi sedang akan mengakibatkan warna ungu, dan konsentrasi rendah akan menyebabkan warna biru (Winarno 1992).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kestabilan antosianin, antara lain secara enzimatis dan non enzimatis. Secara enzimatis, kehadiran enzim antosianase atau polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin karena bersifat merusak antosianin. Faktor-faktor yang mempengaruhi lestabilan antosianin secara non enzimatis antara lain pengaruh pH, cahaya, dan suhu (Elbe & Schwartz 1996).
1.      Faktor Enzim
Degradasi warna antosianin oleh enzim antosianase ditunjukkan oleh Huang (1995). Enzim yang diisolasi dari Aspergillus niger menyebabkan degradasi warna pada pigmen antosianin dari blackberry, cyanidin-3-monoglukosida. Enzim antosianase mengkatalisa hidrolisis dari antosianin menjadi aglikon dan pecahan gula. Reaksi yang terjadi adalah cyanidin-3-monoglukosida dipecah oleh antosianase menjadi cyanidin dan glukosa.  Siegel (1971) mengemukakan bahwa kestabilan antosianin berefek terhadap ketahanan warna merah pada tart chery. Untuk mempertahankan kestabilan warna, sebelum mengalami proses lebih lanjut, buah chery dibekukan terlebih dahulu dan ketika dibutuhkan, chery mengalami pemanasan terlebih dahulu untuk merusak enzim antosianase.
Enzim antosianase yang terkandung dalam buah dan sayuran juga menyebabkan kehilangan warna pada antosianin meskipun dapat diinaktifkan dengan blanching. Sehubungan dengan aktifitasnya, terdapat dua kelompok enzim yang menyebabkan kehilangan warna pada antosianin didalam jaringan tanaman yaitu glikosidase. Enzim glikosidase akan menghidrolisis ikatan glikosida dari antosianin yang membebaskan gula dari aglikonnya. Aglikon ini bersifat tidak stabil dan secara spontan berubah menjadi derivat yang tidak berwarna (Forsyth dan Quesnel, 1957 dalam Arthey dan Arshurst, 2001) dan dengan asam amino atau protein akan membentuk polimer berwarna coklat (Arthey dan Arshurst, 2001).
2.      Faktor pH
Faktor pH mempengaruhi kestabilan warna antosianin. Menurut Markakis (1982), antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali atau netral. Pada larutan asam, antosianin bersifat stabil, pada larutan asam kuat antosianin sangat stabil. Dalam suasana asam, antosianin berwarna merah-oranye sedangkan dalam suasana basa antosianin berwarna biru-ungu atau kadang-kadang  kuning (Eskin 1979). Perubahan warna tersebut terjadi karena perubahan struktur molekul antosianin akibat pengaruh pH.
Daravingas dan Cain (1986) mengemukakan bahwa penurunan pH secara nyata akan memperlambat laju kerusakan antosianin yang berasal dari raspberry. Sisrunk dan Cash (1986) berusaha meningkatkan kestabilan antosianin dari sari buah arbei dengan metode penurunan pH, selanjutnya ia mengatakan bahwa metode penurunan pH merupakan metode terbaik untuk mempertahankan stabilitas warna antosianin.
Pigmen antosianin diperoleh dengan ekstraksi menggunakan air atau alkohol yang diasamkan. Antosianin adalah indikator alami pH. Dalam media asam tampak merah saat pH meningkat menjadi biru. Warna dari antosianin biasanya lebih stabil pada pH dibawah 3,5. Pigmen ini cocok untuk mewarnai makanan yang asam (Maga dan Tu, 1994). Eskin (1990) menyebutkan bahwa pigmen antosianin stabil pada pH 1 – 3. Pada pH 4 – 5, antosianin hampir tidak berwarna. Kehilangan warna ini bersifat “reversible” dan warna merah akan kembali ketika suasana asam (Anonymous, 2004).
Dalam medium cair, kemungkinan antosianin berada dalam empat bentuk struktur yang tergantung pada pH. Struktur tersebut adalah basa quinoidal (A), kation flavilium (AH+), basa karbinol yang tidak berwarna (B), dan khalkone tidak berwarna (C) (Von Elbe dan Schwartz, 1996 dalam Arthey dan Ashurst, 2001). Dalam larutan malvidin-3-glukosida pada pH 4 – 6 basa karbinol yang tidak berwarna mendominasi. Antosianin berada dalam jumlah besar didalam larutan alkohol konsentrasi tinggi dengan pH ± 1, karena pigmen berada pada keadaan non ionisasi. Pada pH 4,5 antosianin dalam jus buah bewarna agak kebiruan. Jika terdapat flavonoid kuning pada buah, maka jus akan berwarna hijau (Arthey dan Ashurst, 2001). Kerusakan warna pigmen antosianin disebabkan oleh berubahnya kation flavilium yang berwarna merah menjadi basa karbinol yang tidak berwarna dan akhirnya menjadi khalkone yang tidak berwarna (Francis, 1985).
3.      Faktor Suhu
Pemansan mempengaruhi stabilitas pigmen antosianin (James, 1995). Penelitian Adam dan Ogley (1972) melaporkan bahwa pengalengan jus buah pada suhu 100oC selama 12 menit menyebabkan warna merah turun, sedangkan pada suhu 5oC antosianin dapat stabil selama 1-2 bulan. Pemanasan dengan suhu yang semakin meningkat akan menyebabkan pigmen antosianin semakin berkurang jumlahnya pada 40oC selama ½ jam sebesar 17,4% dan pada suhu 100oC berkurang sebesar 95,5% (Abers, 1979).
4.      Faktor Cahaya
Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dalam proses biosintesisnya tetapi juga mempercepat laju degradasi warna antosianin. Van Burent (1968) melaporkan bahwa asilasi, metilasi bentuk diglikosida menjadikan antosianin lebih stabil terhadap cahaya, sedangkan diglikosida yang tidak terasilasi lebih tidak stabil demikian juga dengan monoglikosida. Palamidis dan Markakis (1975) mendapatkan bahwa cahaya dapat mempengaruhi antosianin dalam minuman berkarbonat. Tinsley et al (1960) menyatakan bahwa suhu mempunyai pengaruh nyata terhadap destruksi antosianin dan laju destruksi antosianin merupakan reaksi ordo satu. Meschter (1953) melakukan pemanasan pada sari buah arbei pada suhu 100°C selama 1 jam menyebabkan destruksi antosianin hingga 50%, hal ini berarti waktu paruh antosianin pada suhu 100°Cadalah 1 jam.

5.      Oksigen
Semua senyawa asing yang membentuk sistem ikatan dengan antosianin akan menyebabkan kerusakan warna. Adanya ion positif menyebabkan antosianin rentan terhadap serangan senyawa-senyawa asing seperti sulfur dioksida (SO2) atau hidrogen peroksida (H2O2). Antosianin dengan SO2 membentuk asam flaven-4-sulfonik yang tidak berwarna. Agen pengoksidasi seperti hidrogen peroksida dapat merusak warna antosianin dengan menyebabkan pecahnya cincin pada posisi C-2 dan C-3 membentuk ester asam asetat O-Benzoyloxyphenyl pada kondisi asam. Salah satu sumber hidrogen peroksida adalah hasil oksidasi dari asam askorbat.
6.      Penyimpanan
Penyimpanan yang terlalu lama untuk buah-buahan yang mempunyai pigmen merah akan mengakibatkan warna pigmen hilang dan berubah merah coklat yang akhirnya berwarna coklat. Penyimpanan pada suhu 1oC antosianin tidak berubah selama 6 bulan. Tetapi bila disimpan pada suhu 21oC, warna akan cepat berubah dan perubahan semakin cepat bila disimpan pada suhu 38oC (Francis, 1985).
Basa quinoidal dan karbinol sangat tidak stabil dan oksidasi antosianin dalam makanan selama proses atau penyimpanan sangat dipengaruhi proporsi kedua basa ini. Pada kondisi proses yang melibatkan panas, keseimbangan antara kation flavilium, basa anhidro, basa karbinol, dan khalkone berubah dengan meningkatnya bentuk basa, yang didukung dengan mekanisme oksidasi. Dalam kondisi proses dimana antosianin dikondisikan pada temperatur tinggi dan adanya komponen kimia lain, komponen tersebut dapat mendegradasi ganda (Hulme, 1971).
7.      Kopigmentasi
Kopigmentasi (penggabungan antosianin dengan antosianin atau komponen organik yang lain) juga dapat mempercepat atau memperlambat poses degradasi, tergantung pada kondisi lingkungan. Polihidroksilasiflavone, asoflavone dan aurone sulfonate memberikan efek yang protektif terhadap proses degradasi karena cahaya. Efek proteksi tersebut adalah interaksi formasi intermolekuler antara secara negatif merubah sulfonat dan secara positif merubah ion flavylium. Kompleks dengan protein, tanin, flavonoid lain dan polisakarida meskipun sebagian besar komponen tersebut tidak berwarna, mereka dapat meningkatkan warna antosianin dengan pergeseran batokromik dan meningkatkan penyerapan warna pada panjang gelombang penyerapan warna maksimum. Kompleks ini dapat cenderung menstabilkan selama proses dan penyimpanan. Absorbsi kation flavilium atau basa quinonoidal terhadap substrat yang sesuai seperti pektin atau pati dapat menstabilkan antosianin (Fennema, 1996).




2.3  EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI KELOPAK BUNGA DAN BATANG ROSELLA (Hibiscus abdariffa L.) SEBAGAI PEWARNA MERAH ALAMI

Rosella Merah (Hibiscus abdariffa L.)

Tanaman rosella merah memberikan banyak manfaat dibidang kesehatan. Produk hasil olahan rosella merah ini juga beraneka ragam. Rosella mengandung beberapa zat yang sangat penting bagi kesehatan. Tiap 100 gram kelopak bunga segar mengandung 260-280 mg vitamin C. Vitamin C tersebut 3 kali lipat dari buah anggur hitam, 9 kali lipat jeruk sitrus, 10 kali lipat lebih besar dari buah belimbing dan 5 kali lipat dibanding vitamin C dalam jambu biji. Selain itu, rosella juga mengandung vitamin D, vitamin B1, B2, niasin, riboflavin, betakaroten, zat besi, asam amino, polisakarida, omega 3 dan kalsium dalam jumlah yang cukup tinggi (486 mg/100 gram). Rasa asam dalam bunga rosella merupakan perpaduan berbagai jenis asam seperti asam askorbat (vitamin C), asam sitrat, dan asam malat yang bermanfaat bagi tubuh. Bahan aktif yang terdapat dalam rosella adalah grossy peptin, antosianin, glusida hibiskin, dan flavonoid yang bermanfaat mencegah kanker, mengendalikan tekanan darah, serta melancarkan peredaran darah. Kandungan seratnya pun cukup tinggi yang berperan dalam melancarkan sistem pembuangan dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Erianto 2009).

Deskripsi Tanaman Rosella Merah

Klasifikasi Tanaman
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Malvaceales
Famili              : Malvaceae
Genus              : Hibiscus
Speces             : Hibiscus sabdariffa L.
Varietas           : Hibiscus sabdariffa varietas sabdariffa L.
  Hibiscus sabdariff  varietas ultissima Wester

Morfologi Tanaman

Pohon rosella merah tumbuh dari biji atau benih dengan ketinggian yang bisa mencapai 3 - 5 meter serta mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun. Bunga rosella berwarna cerah, kelopak bunga atau kaliksnya berwarna merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga sepatu. Hibiscus sabdariffa L. merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak bercabang yang berbatang bulat dan berkayu. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari dan letaknya berseling dan pinggiran daun bergerigi. Bunga rosella bertipe tunggal yaitu hanya terdapat satu kuntum bunga pada setiap tangkai bunga. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu dengan panjang 1 cm, pangkal saling berlekatan dan berwarna merah. Mahkota bunga rosella berwarna merah sampai kuning dengan warna lebih gelap dibagian tengahnya. Tangkai sari merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari berukuran pendek dan tebal. Putik berbentuk tabung dan berwarna kuning atau merah. Bunga rosella bersifat hermaprodit sehingga mampu menyerbukan sendiri (Maryani 2005).

Kandungan dan Kegunaan

Rosella yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Semakin pekat warna merah pada kelopak bunga rosella, rasanya akan semakin asam dan kandungan antosianin (antioksidan) semakin tinggi. Antosianin disini berperan menjaga kerusakan sel akibat penyerapan sinar ultraviolet berlebih. Ia melindungi sel-sel tubuh dari perubahan akibat radikal bebas. Tetapi hati-hati sebab kadar antioksidan tersebut menjadi berkurang bila mengalami proses pemanasan dan pengeringan. Antioksidan adalah molekul yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Kandungan antioksidan yang rendah dapat menyebabkan stres oksidatif dan merusak sel-sel tubuh. Oleh karena itu efek pengobatan rosella ini terhadap berbagai penyakit merupakan efek dari antioksidannya.
Kelopak bunga mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh terdapat dalam kelopak bunga rosella, termasuk arginin dan lisin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, rosella juga mengandung protein dan kalsium. Tumbuhan herbal ini ternyata mampu berfungsi sebagai bahan antiseptik, penambah syahwat, dan agen astringen. Tanaman banyak digunakan dalam pengobatan tradisional seperti batuk, lesu, demam, tekanan perasaan, gusi berdarah (skurvi) dan mencegah penyakit hati (Wati 2007). Hasil laboratorium kimia teknik menyatakan dalam 100 gr bunga Rosella mempunyai kandungan zat-zat kimia sebagai berikut:
Kalori
49 kal
H2O
84,5 %
Protein
1,9 gr
Fats
0,1 gr
Karbohidrat
12,3 gr
Fiber
1,2 gr
Kalsium
0,0172 gr
Phospor
0,57 gr
Besi
0,029gr
B-karotene
3 gr
Asam askorbat
0,14 gr

Stabilitas Antosianin

Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hidrogen peroksida yang mengoksidasi, sehingga antosianin mengalami perubahan warna.
Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang sesuai. Jika zat warna tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer asetat, demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus dilakukan penyesuaian larutan buffer.
Warna merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen yang sama yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa garam asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah warna antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer).

 

Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga memenuhi baku yang ditetapkan Depkes RI 1995). Terdapat beberapa metode ekstraksi, yaitu:
a)    Cara dingin
1.    Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
2.    Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
b)   Cara panas
1.    Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.
2.    Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan secara terus menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu pada 40-50°C  
3.    Infus
Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 90°C) selama 15 menit.
4.    Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
5.    Sokletasi
Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan pemanasan dengan cara meletakkan bahan yang akan di ekstraksi dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) didalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja secara kontinu.
Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut.
Ekstraksi antosianin dapat dilakukan dengan beberapa jenis solven, seperti air, etanol, metanol, tetapi yang paling efektif adalah dengan menggunakan metanol yang diasamkan dengan HCl. Tetapi karena sifat toksik dari metanol biasanya dalam sistem pangan digunakan air atau etanol yang diasamkan dengan HCl. Suhu dan pH berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi antosianin dan koefisien difusinya, semakin rendah pH maka koefisien distribusi semakin tinggi, demikian juga semakin tinggi temperaturnya. Tetapi antosianin merupakan senyawa fenolik yang labil dan mudah rusak akibat pemanasan, sehingga berakibat pada penurunan biaoktivitasannya. Pengaruh suhu menjadi tidak signifikan dengan penambahan HCl pada pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, karena pengaruh HCl lebih besar daripada pengaruh suhu. Penggunaan HCl 1% dalam ekstraksi antosianin akan menyebabkan hidrasi sebagian hingga total antosianin yang terasetilasi sehingga akan mempengaruhi absorbsinya dalam tubuh.

METODOLOGI

Alat dan Bahan

            Alat-alat yang digunakan adalah pisau, gelas piala, pipet Mohr 10 ml, bulb, neraca analitik, corong,
            Bahan-bahan yang digunakan adalah kelopak bunga rosella, batang rosella, akuades, asam sitrat, asam asetat, asam malat, asam oksalat dan asam suksinat, dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama sampel ditimbang sebanyak 10 gr, kemudian diekstrak dengan manambahkan 100 ml pelarut aquades dan 0.5% asam sitrat, asam asetat, asam malat, asam oksalat dan asam suksinat. Ekstraksi dilakukan dalam kondisi suhu kamar dan pemanasan dalam suhu 60°C. Filtrat disaring dan dihasilkan pewarna rosella.
Tahap kedua perlakuan menggunakan 2 kombinasi pelarut yaitu pelarut akuades dengan etanol 95% dengan perbandingan 1:1 dan jenis pelarut akuades saja. Jenis asam yang digunakan adalah jenis asam yang terpilih dengan perlakuan konsentrasi 0,25%, 0,5%, dan 0,75%.
Tabel 1 Kadar air dan rendemen kulit batang dan kelopak bunga rosella     
Pengukuran (%)
Kulit batang
Kelopak Bunga
Rendemen
2.90
12.21
Kadar air bahan segar
78.94
88.14
Kadar air bahan kering
11.14
10.79

Penelitian tahap I dilakukan dengan tujuan mencari kondisi suhu ekstraksi terbaik dan jenis asam untuk menghasilkan kadar antosianin tertinggi. Hasil ekstrak terhadap kulit batang rosela baik dalam kondisi segar atau basah menunjukkan peran suhu ekstraksi berpengaruh besar. Data menunjukkan kandungan antosianin yang dihasilkan dari ekstrak dengan menggunakan suhu 60°C lebih tinggi dibanding suhu ruang (27°C). Semakin tinggi suhu ekstraksi maka kecepatan perpindahan massa dari solute ke solven akan semakin tinggi karena suhu mempengaruhi nilai koefisien transfer massa dari suatu komponen.
Penambahan asam dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan hasil ekstraksi, karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta mencegah oksidasi flavonoid. Pigmen antosianin lebih stabil pada kondisi asam (Robinson 1995). Penggunaan jenis asam dapat mempengaruhi kadar antosianin yang dihasilkan. Hasil Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan nyata kandungan antosianin pada penggunaan asam asetat dengan sitrat dan suksinat, serta dengan asam malat dan asam oksalat. Dari lima jenis asam yang telah diuji, ternyata asam malat menghasilkan kadar antosianin tertinggi pada ekstrak kulit batang segar maupun pada kelopak bunga rosella.
Hasil dari penelitian tahap 2 adalah menggunakan asam malat dengan 3 konsentrasi yaitu 0.25%, 0.5% dan 0.75%. Hasilnya menunjukkan bahwa yang menghasilkan kadar antosianin tertinggi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut campuran akuades dan etanol 95% dengan konsentrasi asam malat 0.5%. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa adanya pengaruh konsentrasi asam malat dan jenis pelarut terhadap kadar antosianin. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi asam malat 0.5% berbeda nyata dengan konsentrasi asam malat 0.25% dan 0.75%. Penggunaan pelarut aquades menghasilkan kadar antosianin yang berbeda nyata dengan menggunakan pelarut campuran aquades dan etanol 95%.
Penggunaan suhu tinggi (60°C) pada ekstraksi kulit batang dan kelopak bunga rosella baik dalam kondisi segar maupun kering menghasilkan kadar antosianin yang lebih tinggi dibanding dengan menggunakan suhu kamar. Penambahan jenis asam dalam ekstraksi pigmen antosianin pada kulit batang dan kelopak bunga rosella berpengaruh terhadap hasil kandungan antosianin dan pH yang dihasilkan. Asam malat memberikan hasil kadar antosianin tertinggi dibandingkan dengan asam sitrat, asam suksinat, asam oksalat, dan asam asetat. Konsentrasi asam malat terbaik untuk mengekstrak pigmen antosianin rosella adalah 0.5%. Jenis pelarut terbaik untuk mengekstrak pigmen antosianin pada rosella adalah pelarut campuran aquades dan etanol 95%.




BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Antosianin berasal dari kata anthos (Yunani) yang berarti bunga dan kyanos (Yunani) yang berarti biru adalah pigmen yang tergolong dalam kelompok senyawa flavonoid. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kestabilan antosianin, antara lain secara enzimatis dan non enzimatis. Secara enzimatis, kehadiran enzim antosianase atau polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin karena bersifat merusak antosianin. Faktor-faktor yang mempengaruhi lestabilan antosianin secara non enzimatis antara lain pengaruh pH, cahaya, dan suhu (Elbe & Schwartz 1996).














Daftar Pustaka
Arifiyanti,Gita.2011. Antosianin.[online] diakses : http://gitaarifiyanti.blogspot.co.id/2011/11/antosianin.html. 18 Maret 2018
Ariviani, S. 2010. Total Antosianin Ekstrak Buah Salam dan Korelasinya dengan Kapasitas Anti Peroksidasi pada Sistem Linoelat. AGROINTEK Vol 4, No.2 121:18 Maret 2018
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes RI. Hal. 143-147.
Eibond, LS. 2004. Anthocyanin antioxidants from edible fruits. Food Chemistry 84 (2004) 23–28
Erianto. 2009. Budidaya Rosella. [terhubung berkala]. http://makalahbudidaya rosela<<onesubenol.com. [18 maret 2018].                      
Mardiah. 2010. Ekstraksi Kelopak Bunga dan Batang Rosella (Hibiscus abdariffa L.) sebagai Pewarna Merah Alami. Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Universitas Djuanda.
Maryani. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Santoso, U. 2006. Antioksidan. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Wati. 2007. Manfaat Rosella Merah. [terhubung berkala]. http://sehatyuk.blogspot.com/2007/04/manfaatrosela-merah.html. [18 Maret 2018]







i


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan observasi P3K

Resume Alkali dan Alkali Tanah